5 Hal Mendasar Transformasi Digital yang Harus Dipahami

Transformasi digital& disrupsi digital menjadi kata-kata yang banyak dibicarakan di industri, dan para pelaku bisnis. Ketika dunia mengalami pergerakan, konsumen berubah, peta persaingan juga mengalami perubahan. Banyak pemimpin pasar yang gamang, dan tumbang, beberapa lainnya mulai menyadari penjualan menurun, tapi tak tahu mengapa. Ada juga yang tahu harus berubah tapi tidak tahu harus dimulai dari mana.
Saya mempelajari mengenai disrupsi digital, dan transformasi digital sekitar satu tahun yang lalu. Dan berusaha membaca berbagai referensi dari buku, artikel, dan juga berdiskusi dengan pelaku industri dari berbagai kategori produk dan jasa. Lalu saya menyimpulkan ada lima hal dasar berikut yang harus dipahami mengenai transformasi digital, yang harus diadaptasi para pelaku industri.
Era robotik dan otomatisasi di berbagai bidang
Transformasi digital utamanya mengubah segala hal yang dulunya dilakukan oleh manusia, maka perlahan digantikan oleh mesin atau robot. Dan ini berarti pekerjaan makin efisien, dan cepat. Biaya produksi pun makin murah. Mereka yang bisa menjadi pertama beradaptasi, dan berinvestasi di bagian ini maka biasanya yang akan menjadi pemenang.
Era baru di mana pekerjaan yang sifatnya berulang, administratif dll, akan digantikan oleh mesin yang makin lama akan semakin canggih akibat inovasi terus menerus di Artificial Intellegence (AI).
Kekuatan data, mereka yang menguasai data dan mampu menganalisa data jadi pemenang
Dulu bisnis sering kali didasarkan pada insting dari pemilik perusahaan. Saat ini insting saja tidak cukup, kepemilikan data dan kemampuan membaca data akan menjadi kunci sukses untuk merebut dan menguasai pasar. Mengapa? Karena semua perilaku konsumen akan tersimpan di komputasi awan.
Itu sebabnya data disebut-sebut sebagai tambang emas berikutnya, karena dengan memiliki data maka kita bisa melakukan ekspansi produk menjangkau database yang sudah dimiliki. Misalnya Go-Jek dengan mudah mengembangkan layanan jasa yang dimilikinya karena sudah memiliki jumlah data pelanggan yang sangat besar.
Kedua dari data yang dimiliki, bisa dianalisa peluang bisnis apa yang bisa dikembangkan, berdasarkan latent demand dari konsumen.
Kustomisasi, era di mana konsumen ingin menjadi dirinya yang otentik
Era digital menyebabkan konsumen bisa mengakses informasi dengan sangat mudah. Mereka juga kebanjiran pilihan produk, dan layanan. Konsumen akhirnya ingin mendapatkan produk dan jasa, yang kalau bisa hanya dibuat khusus untuk dirinya. Konsumen terobsesi untuk menjadi berbeda dengan teman-temannya, lalu dipamerkan di media sosial.
Pelaku bisnis harus bisa menangkap keinginan ini. Bagaimana cara agar produk dan jasanya tidak terlihat pasaran, dan monoton. Konsumen butuh sensasi pengalaman yang berbeda dalam setiap interaksi dengan brand.
Oleh karena itu kita melihat misalnya, banyak produk yang mengeluarkan edisi khusus dan tematik. Ketika saya sepanggung dengan founder Berry Kitchen di sebuah talk show bersama Tetra Pak. Beliau bercerita, Berry Kitchen secara rutin mengganti desain kemasannya, membuat menu-menu baru berkolaborasi dengan para Chef ternama.
Produk fashion semacam Ramayana, perlu menggandeng artis artis ternama semacam Ayu Ting Ting, Raffi Ahmad, Saskia Mecca untuk membuat produk yang tidak pasaran. Beberapa situs web bahkan menawarkan digital printing, untuk memproduksi barang kostum sesuai dengan desain yang kita mau. Ke depan kustomisasi akan semakin menggila. Ini akan terjadi ketika 3D printing sudah massal, baca lengkapnya di sini.
Digitalisasi bukan cuma soal kanal pemasaran, tapi mengubah model bisnis
Semua industri mengalami kontraksi tinggal hanya masalah mana yang duluan dan belakangan. Dan para pemimpin pasar di tiap industri reaksi, dan cara beradaptasinya juga beragam. Karena perubahannya sangat fundamental, yaitu model bisnis.
Industri musik misalnya sekarang bertumpu pada melakukan monetisasi komunitas fans berat, dibandingkan menjual lagu. Ini yang dilakukan oleh para manajemen artis-artis korea, yang sibuk menjual konser, dan merchandise ke penggemar Mereka fokus membangun konsumen yang super loyal, lalu melakukan monetisasi.
Kolaborasi adalah kunci untuk inovasi dan menyuguhkan pengalaman berbeda bagi konsumen
Era ekonomi digital adalah era ledakan inovasi, dan siklus sebuah inovasi akan semakin pendek. Inovasi harus terus digenjot agar bisa tetap bertahan di pasar. Oleh karena itu, perlu berkolaborasi, bukan hanya berkompetisi. Misalnya? Nike yang berkolaborasi dengan Apple membuat sepatu olahraga canggih.
Kolaborasi antar industri juga diperlukan untuk memberikan pengalaman yang berbeda bagi konsumen, dengan kolaborasi maka akan muncul sebuah suguhan pengalaman yang berbeda, yang tidak bisa dilakukan sendirian. Ini banyak sekali dilakukan, misalnya kolaborasi brand dengan influencer. Terakhir yang menarik perhatian saya adalah kolaborasi L’oreal dengan Rumah Mode Balmain untuk produk lipstik. Atau kolaborasi Puma dengan Kylie Jenner menghasilkan lini Puma Fierce. Kolaborasi ini juga menjadi strategi yang efektif, daripadapara influencer mengeluarkan lini produknya sendiri, yang akan menjadi kompetitor.
Bagaimana menurut Anda? Punya pengalaman terkait ini? Mari berbagi pengalaman di kolom komentar.
http://tuhunugraha.com/digital-transformation/2017/10/03/5-hal-mendasar-transformasi-digital-yang-harus-dipahami/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengaruh Budaya dan Sub-Budaya terhadap Perilaku Konsumen

Uji Validitas Kuesioner dengan Microsoft Excel

STRUKTUR PERUSAHAAN PERIKLANAN